BERKUNJUNG ke sebuah daerah, tak lengkap rasanya kalau belum mencicipi makanan khasnya. Nah, berkunjung ke Kabupaten Murung Raya (Mura), tak sempurna rasanya kalau belum menikmati dodol durian yang dikenal dengan sebutan lempok.
Beda dengan dodol jenis lainnya yang masih ada campuran tepung atau sejenisnya, Lempok ini dibuat dari buah durian murni, tanpa campuran apa pun. Karena tak heran, Lempok asal kabupaten di hulu Barito ini bisa bertahan sampai satu tahun lamanya.
Nah, usai mendapat kesempatan berwisata ke berbagai tempat di Murung Raya, penulis pun mencari tahu tentang lempok dari Puruk Cahu yang cukup terkenal dan bisa dibilang sudah jadi trademark kota bermotto Tira Tangka Balang (Bekerja Sampai Tuntas) ini.
Pembuatan lempok ini dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat dengan teknologi sederhana. Adalah seorang Hj Hartini (52), pimpinan perusahaan IKM Lempok Durian UD Mitra Jaya yang ikut membuat jajanan ini menjadi buah tangan yang paling dicari bila bertandang ke utara sungai Barito itu. Penganan manis legit dengan aroma khas buah durian yang kuat ini seakan identik dengan namanya di Puruk Cahu.
“Sejak zamannya nenek moyang, kami telah diajari cara membuat lempok,” kata perempuan yang mengoleksi beragam piagam penghargaan industri kecil ini. Termasuk dari Gubernur Agustin Teras Narang SH sebagai IKM Berprestasi pada 23 Mei 2007 lalu.
Perempuan yang memiliki 10 karyawan dan meraih Juara I Hari Sandang Pangan Se Kalteng itu menyebut, pembuatan lempok sebenarnya cukup sederhana. Hanya dengan mengaduk durian dalam wajan besar. Namun waktu yang dibutuhkan untuk mengaduk itu bisa sampai 1 hari penuh. Hasil olahannya pun dijamin bisa bertahan sampai 1 tahun asalkan penyimpanannya benar.
Menurut Hartini, di musim durian, mereka mampu memproduksi lempok sekitar 1 pikul (100 Kg lempok) dalam 1 hari. Nah, jika saat musim musim durian buahnya lebat maka mereka akan terus berproduksi. Kemudian disimpan. Begitu ada pesanan, baik itu dari supermarket di sekitar wilayah Palangka Raya atau ada permintaan khusus untuk tamu-tamu yang datang, maka lempok itu tinggal dikemas dengan mesin kemasan bantuan dari pemerintah.
Ada pula bentuk lempok yang dibuat bulat-bulat kecil seperti kelereng, kemudian diwadahi kerangkang kecil dan ditutup dengan plastik tipis hingga penampilannya terlihat cukup cantik untuk oleh-oleh. Dalam satu kemasan ini berisi 30 biji lempok dengan berat sekitar 0,5 Kg yang dihargai Rp 50 ribu sewadah. Selain itu dibentuk bulat panjang disesuaikan dengan berat masing-masing. Ada yang beratnya 1 ons, dihargai Rp 10 ribu, lempok dengan berat ¼ ons Rp 25 ribu. Kemudian dalam kemasan kotak panjang yang berisi 5 potong lempok, dihargai Rp 70 ribu.
Perempuan kelahiran 20 November 1958 ini pun mengajak berkeliling di ruang tamunya yang sederhana dimana sekaligus dijadikan ruang pamer lempok. Di bagian depan ruang tamu sekaligus merangkap garasi bila malam, ditempatkan etalase kaca. Di atas etalase ini disusun berbagai macam ukuran lempok dengan berbagai kemasan.
“Biasanya, kalau ada tamu langganan saya tinggal datang dan minta dibuatkan kesana sesuai yang diinginkan,” terang perempuan yang kerap diundang mengikuti berbagai pameran di seantero tanah air ini.
Selain lempok, Hartini juga membuat tempoyak (daging durian yang digarami dan diasinkan). Biasanya tempoyak ini paling nikmat bila dimasak dengan ikan sungai dan cukup terkenal dan familiar bagi selera khas Kalimantan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar