OLEH: VIVIN GUSTA
Tak akan ada satu pun orang
Indonesia yang lahir di Bumi Pertiwi mau dituding tak memiliki rasa
nasionalisme. Kendatipun bisa jadi saat sedang bercanda dengan rekan-rekannya,
si pribadi tersebut bisa dengan enteng bilang ‘ingin menjadi warga negara ini, ingin
jadi warga negara itu’.
Nah rasa nasionalisme ini pula kembali
menyeruak, saat dengan entengnya lagi-lagi Malaysia ‘menggoda’ Indonesia dengan
mengklaim tari Tor-Tor asal Sumatera Utara sebagai bagian dari budaya lokalnya.
Termasuk alat musik Paluan Gordang Sembilan
(sembilan gendang).
Ya, ini bukan pertama kali terjadi.
Sebelumnya bahkan tarian Pendet asal Bali, lalu tari Reog dari Ponorogo pun tak
luput dari klaim negara yang memang sama-sama berumpun Melayu ini, sama seperti
sebagian penduduk lokal Indonesia.
Sebenarnya ada satu posisi positif
yang bisa dicermati. Adanya klaim budaya-budaya ini oleh Malaysia justru
mengingatkan kembali betapa Indonesia ini sebanarnya sangat kaya dengan budaya
lokal. Namun kekayaan itu kerap baru disadari bila sudah ada yang mengganggu.
Jangan sampai terjadi ‘baru merasa memiliki, jika sudah hilang’. Terlambat.
Penulis masih ingat bagaimana salah
seorang warga negara Malaysia berdarah India Mr Zaena menyatakan rasa irinya dengan kekayaan budaya dan
Bahasa Nasional Indonesia sebagai bahasa pengantar sehari-hari.
“Indonesia hebat
bisa menjadikan Bahasa Melayu sebagai Bahasa Nasional, saya iri. Di sini bahasa
Melayu masih bercampur dengan Bahasa Inggris,” ucapnya, saat menjadi pemandu
wisata dan membawa rombongan penulis ke sejumlah tempat wisata di Malaysia.
Masih terkait
dengan soal klaim mengklaim ini, ada cara sederhana yang sedang dilakukan
rekan-rekan muda untuk menjaga kekayaan budaya di wilayahnya. Seperti dilakukan
teman-teman dari Kalimantan Barat (Kalbar) dengan www.ceritadayak.com dan
dari wilayah Barito Timur (Bartim) lewat blog http://komandanmaanyan.blogspot.com.
Selain membuat
blog di internet, mereka juga mengunggah berbagai cuplikan pertunjukan
tarian/upacara ada ke Youtube. Disinila peranan teknologi bermain. Tanpa perlu
ribut-ribut, blog rekan-rekan muda yang juga di posting di Facebook (FB) ini mendapatkan
pengunjung dari berbagai belahan dunia. Apalagi, blog itu pun diatur agar bisa
diterjemahkan dalam berbagai bahasa dunia melalui google translate. Bahkan
mereka pun cukup terbuka jika diajak berdiskusi tentang berbagai hal yang
dipostingkan tersebut.
Ya, ini sebuah
contoh kecil dan sederhana membuat arsip via dunia maya agar milik kita tak
diakui pihak lain. Tentu banyak cara untuk mengarsipkan berbagai budaya di
Tanah Air, hingga persoalan klaim mengklaim bisa diminimalisir dan tidak
berekses negatif. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar