Jumat, 24 Mei 2013

Nasionalisme, Baru Berasa Bila Digoda


OLEH: VIVIN GUSTA
Tak akan ada satu pun orang Indonesia yang lahir di Bumi Pertiwi mau dituding tak memiliki rasa nasionalisme. Kendatipun bisa jadi saat sedang bercanda dengan rekan-rekannya, si pribadi tersebut bisa dengan enteng bilang ‘ingin menjadi warga negara ini, ingin jadi warga negara itu’.
Nah rasa nasionalisme ini pula kembali menyeruak, saat dengan entengnya lagi-lagi Malaysia ‘menggoda’ Indonesia dengan mengklaim tari Tor-Tor asal Sumatera Utara sebagai bagian dari budaya lokalnya. Termasuk alat musik Paluan Gordang Sembilan (sembilan gendang). 
Ya, ini bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya bahkan tarian Pendet asal Bali, lalu tari Reog dari Ponorogo pun tak luput dari klaim negara yang memang sama-sama berumpun Melayu ini, sama seperti sebagian penduduk lokal Indonesia.  
Sebenarnya ada satu posisi positif yang bisa dicermati. Adanya klaim budaya-budaya ini oleh Malaysia justru mengingatkan kembali betapa Indonesia ini sebanarnya sangat kaya dengan budaya lokal. Namun kekayaan itu kerap baru disadari bila sudah ada yang mengganggu. Jangan sampai terjadi ‘baru merasa memiliki, jika sudah hilang’. Terlambat.
Penulis masih ingat bagaimana salah seorang warga negara Malaysia berdarah India Mr Zaena menyatakan rasa irinya dengan kekayaan budaya dan Bahasa Nasional Indonesia sebagai bahasa pengantar sehari-hari.
“Indonesia hebat bisa menjadikan Bahasa Melayu sebagai Bahasa Nasional, saya iri. Di sini bahasa Melayu masih bercampur dengan Bahasa Inggris,” ucapnya, saat menjadi pemandu wisata dan membawa rombongan penulis ke sejumlah tempat wisata di Malaysia.
Masih terkait dengan soal klaim mengklaim ini, ada cara sederhana yang sedang dilakukan rekan-rekan muda untuk menjaga kekayaan budaya di wilayahnya. Seperti dilakukan teman-teman dari Kalimantan Barat (Kalbar) dengan www.ceritadayak.com  dan dari wilayah Barito Timur (Bartim) lewat blog http://komandanmaanyan.blogspot.com. 
Selain membuat blog di internet, mereka juga mengunggah berbagai cuplikan pertunjukan tarian/upacara ada ke Youtube. Disinila peranan teknologi bermain. Tanpa perlu ribut-ribut, blog rekan-rekan muda yang juga di posting di Facebook (FB) ini mendapatkan pengunjung dari berbagai belahan dunia. Apalagi, blog itu pun diatur agar bisa diterjemahkan dalam berbagai bahasa dunia melalui google translate. Bahkan mereka pun cukup terbuka jika diajak berdiskusi tentang berbagai hal yang dipostingkan tersebut.
Ya, ini sebuah contoh kecil dan sederhana membuat arsip via dunia maya agar milik kita tak diakui pihak lain. Tentu banyak cara untuk mengarsipkan berbagai budaya di Tanah Air, hingga persoalan klaim mengklaim bisa diminimalisir dan tidak berekses negatif. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar