Selasa, 12 Juni 2012

Ke Borobudur Kini Wajib Menggunakan Kain Batik


Penulis: VIVIN GUSTA
Foto: VIVIN GUSTA
Lokasi: Borobudur, Juni 2012

Setelah bertahun-tahun tak menyapa kawasan wisata budaya Borobudur. Liburan kali ini penulis bisa kembali melihat rekam jejak sejarah di candi yang terletak di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.


Nah, dari Kota Jogja menuju candi Borobudur memerlukan waktu sekitar satu jam lebih. Candi ini sendiri terletak sekitar satu kilometer dari pintu gerbang masuk lokasi salah satu warisan budaya dunia yang dilindungi United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Sepanjang jalan ada pusat informasi dan museum.


Kali ini tiap pengunjung dikenai tiket masuk senilai Rp30 ribu. Uniknya, sejak beberapa waktu tiap pengunjung diwajibkan menggunakan kain batik. Sebelum masuk ke areal halaman candi, pengunjung juga diperiksa dengan semacam metal detektor.


 “Maaf, kalau Mbak mau naik ke candi harus menggunakan kain batik,” sapa salah seorang petugas di dekat pintu masuk ke-2 ke bagian candi.


Dengan agak bingung saya pun menyebut, tidak membawa batik. Kembali petugas pria ini mengatakan jika di pihak pengelola sudah menyediakan kain batik, yang jika disampirkan di pinggang panjangnya di bawah lutut/di atas lutut (tergantung tinggi tubuh pemakai). Istilahnya,  Sarungisasi Borobudur. 


“Tujuannya untuk melestarikan batik, dan diharapkan para pengunjung lebih mencintai batik salah satu kebudayaan asli Indonesia. Malahan turis asing juga senang menggunakan batik,” paparnya lagi.


Nah, pertanyaan seputar candi dapat ditanyakan kepada pusat informasi yang ada dikomplek candi, terkadang terdengar pemberitahuan kepada pengunjung dalam bahasa Inggris. Terik matahari tidak menjadi penghalang untuk menikmati mahakarya wangsa Syailendra ini. Selain kemegahan candi, ada hal lain yang memancing rasa penasaran pengunjung, yaitu mitos di candi ini.


Beberapa mitos yang beredar di masyarakat sekitar candi. Mitos yang paling terkenal adalah Kunto Bimo, yaitu arca dalam stupa yang konon dapat mengabulkan permintaan. Mitos mengenai Singa Urung, yaitu sebutan masyarakat sekitar untuk sepasang arca singa pada sebelah kanan dan kiri tangga naik candi. Menurut cerita, sepasang kekasih yang lewat di antara kedua arca tersebut hubungannya tidak akan sampai pada jenjang pernikahan.



Ingin Cepat Lulus, Peluk Tugu Jogya


Menjelang sore, saya kembali ke kota Gudeg, beristirahat sejenak di hotel kawasan Malioboro. Cukup banyak hotel murah di daerah ini dengan rate Rp100-200 ribu permalam.


Apalagi berjalan di kawasan sepanjang satu kilometer ini cukup menyegarkan, berbagai macam orang hilir mudik, baik wisatawan lokal hingga mancanegara. Hanya saja untuk berbelanja di kawasan ini harus cukup lihai tawar menawar. Salah satu tempat yang murah untuk berbelanja adalah Pasar Beringharjo yang juga terletak di Jalan Malioboro.


Pilihan penganan di Jogja pun sangat bervariasi, pilihan seperti makan di lesehan hingga makan di angkringan dapat ditemui hampir di seluruh bagian kota ini. Jelang tengah malam, jalan-jalan berlanjut ke spot yang selalu dihampiri untuk berfoto. Yaitu Tugu Jogja yang pada awalnya bernama Golog Giling, tugu ini terletak tepat berada ditengah perempatan jalan besar, salah satunya Jalan Mangkubumi yang menuju ke Jalan Malioboro. Biasanya pada malam hari banyak anak muda yang berfoto-foto riang di depan ataupun samping, jadi tidak heran hingga dini hari tugu ini masih ramai.


Mitos ini telah berkembang di kalangan mahasiswa sejak dahulu kala adalah bila memeluk tugu ini maka ia akan segera lulus. Selain tugu, ada pula pemandangan lain disekitar daerah ini yaitu patung Punakawan yang juga menarik untuk diabadikan selain tugu Golog Giling.  Tak heran hingga tengah malam bahkan menjelang subuh, kawasan  ini sering jadi jujugan wisatawan untuk berpose.


Mendekati dini hari saat para penjual berangkat ke pasar, saat ini pula kawasan tugu mulai sepi. Waktu menunjukan pukul 02.30, perut terasa lapar tidak masalah, angkringan dan warung bubur kacang ijo (burjo) buka 24 jam masih mudah ditemui di Jogja.


Jalan-jalan di Malioboro,mengunjungi candi Borobudur, berfoto ria di tugu Golog Giling, hingga nongkrong di angkringan menikmati sate jamur dan sate usus menjadi pengalaman menyenangkan berkunjung ke kota Jogja. (*)
Catatan; Tulisan ini sudah terbit di Kalteng Pos, edisi Minggu, 10/6/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar