Baju Manik Kalbar Biasa
Dipakai Bangsawan, Beratnya 15 Kg
Keunikan Budaya Dayak memang belum tergambar dalam pameran Festival
Adat Dayak Kalimantan (FADK), karena minimnya peserta. Namun kehadiran stan
Kalimantan Barat (Kalbar) didampingi Bujang – Dara Gawai 2008 mampu memberikan
warna lain, kendati minus Kalimantan
Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Timur (Kaltim).
SEVENTIN G – Palangka Raya
Senyum ramah terukir di bibir Dara Gawai 2008 (semacam pemenang pemilihan
Putri Kalbar). Dengan keramahan dan penguasaan materinya terhadap berbagai
budaya Dayak Kalbar, Dessi Veryanti (Desi) menjawab semua pertanyaan terhadap
materi berbagai ragam barang adat yang dipamerkan. Bahkan dengan lugas ia
menjelaskan baju adat yang dikenakannya bersama Bujang Gawai 2008 (semacam pemenang
pemilihan Putra Kalbar) Oktavianus Makaluas (Okta). Baju itu terdiri dari
manik-manik beraneka warna dengan motif Batang Kalo, pohon yang sering dihinggapi
lebah dan diyakini masyarakat Kalbar sebagai lambang kesuburan.
“Baju adat ini namanya baju
manik biasa digunakan oleh bangsawan Dayak Taman, dari Kapuas Hulu. Untuk
wanita, terdiri dari gelang manik, king manik (rok), bulang manik (topi), lawang manik (kalung) dan
posong manik (anting-anting). Kalau
dipakai lengkap (busana, Red), beratnya
sampai 15 Kg,” kata Dessi, yang tercatat sebagai mahasiswi Universitas Tanjung
Pura, Jurusan FKIP Bahasa Inggris semester VI.
Bila kaum wanita bangsawan Dayak Taman mengenakan busana adat
sebesar 15 Kg, maka kaum prianya lebih beruntung. Mereka cukup mengenakan
busana sebesart 7 Kg.
“Sama seperti baju adat wanita, baju ini juga disebut Baju Manik.
Bedanya kaum pria mengenakan king tatak (cawat). Kalau dulu busana ini hanya boleh
dipakai kaum bangsawan, sekarang sudah boleh dipakai siapa saja dalam acara
adat,” tambah Okta, mahasiswa Prima Media Informatika Pontianak semester VI.
Di stan Kalbar ini juga dipamerkan baju burik warna hitam, yang dihiasi kerang dan dibuat dalam motif
Jung (dewa penjaga Jung). Uniknya, baju ini yang dipamerkan di dindang stan ini
tidak boleh digunakan orang yang belum menikah. Hal itu merupakan pantangan
besar bagi masyarakat Kalbar yang kini memiliki populasi sekitar Rp 14 juta
dengan 106 sub suku Dayak. Bahasa Dayak yang digunakan, umumnya bahasa Dayak
Ahe. Namun untuk berkomunikasi sehari-hari lebih sering menggunakan bahasa
Melayu dan bahasa Indonesia.
Dalam kesempatan itu, panitia FADK juga sempat meminta Dessy menyumbangkan
suaranya. Gadis berkulit putih inipun menyanyikan sebuah lagu daerah berbahasa
Dayak Ahe.
“Lagu ini menceritakan tentang pengagungan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa,” urai Dessi yang mengaku sangat kagum melihat ragam budaya Dayak, kendati hanya
Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Kota Palangka Raya saja yang berpameran
selain Kalbar. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar