Rabu, 06 Juni 2012

Melihat Festival Adat Dayak Kalimantan (FADK)


 Baju Manik Kalbar Biasa Dipakai Bangsawan, Beratnya 15 Kg

Keunikan Budaya Dayak memang belum tergambar dalam pameran Festival Adat Dayak Kalimantan (FADK), karena minimnya peserta. Namun kehadiran stan Kalimantan Barat (Kalbar) didampingi Bujang – Dara Gawai 2008 mampu memberikan warna lain,  kendati minus Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Timur (Kaltim).

SEVENTIN G – Palangka Raya

Senyum ramah terukir di bibir Dara Gawai 2008 (semacam pemenang pemilihan Putri Kalbar). Dengan keramahan dan penguasaan materinya terhadap berbagai budaya Dayak Kalbar, Dessi Veryanti (Desi) menjawab semua pertanyaan terhadap materi berbagai ragam barang adat yang dipamerkan. Bahkan dengan lugas ia menjelaskan baju adat yang dikenakannya bersama Bujang Gawai 2008 (semacam pemenang pemilihan Putra Kalbar) Oktavianus Makaluas (Okta). Baju itu terdiri dari manik-manik beraneka warna dengan motif  Batang Kalo, pohon yang sering dihinggapi lebah dan diyakini masyarakat Kalbar sebagai lambang kesuburan.  

“Baju adat ini namanya baju manik biasa digunakan oleh bangsawan Dayak Taman, dari Kapuas Hulu. Untuk wanita, terdiri dari  gelang manik, king manik (rok), bulang manik (topi), lawang manik (kalung) dan posong manik (anting-anting). Kalau dipakai lengkap (busana, Red),  beratnya sampai 15 Kg,” kata Dessi, yang tercatat sebagai mahasiswi Universitas Tanjung Pura, Jurusan FKIP Bahasa Inggris semester VI.

Bila kaum wanita bangsawan Dayak Taman mengenakan busana adat sebesar 15 Kg, maka kaum prianya lebih beruntung. Mereka cukup mengenakan busana sebesart 7 Kg.
“Sama seperti baju adat wanita, baju ini juga disebut Baju Manik. Bedanya kaum pria mengenakan king tatak  (cawat). Kalau dulu busana ini hanya boleh dipakai kaum bangsawan, sekarang sudah boleh dipakai siapa saja dalam acara adat,” tambah Okta, mahasiswa Prima Media Informatika Pontianak semester VI.

Di stan Kalbar ini juga dipamerkan baju burik warna hitam, yang dihiasi kerang dan dibuat dalam motif Jung (dewa penjaga Jung). Uniknya, baju ini yang dipamerkan di dindang stan ini tidak boleh digunakan orang yang belum menikah. Hal itu merupakan pantangan besar bagi masyarakat Kalbar yang kini memiliki populasi sekitar Rp 14 juta dengan 106 sub suku Dayak. Bahasa Dayak yang digunakan, umumnya bahasa Dayak Ahe. Namun untuk berkomunikasi sehari-hari lebih sering menggunakan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia.   

Dalam kesempatan itu, panitia FADK juga sempat meminta Dessy menyumbangkan suaranya. Gadis berkulit putih inipun menyanyikan sebuah lagu daerah berbahasa Dayak Ahe.

“Lagu ini menceritakan tentang pengagungan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,” urai Dessi yang mengaku sangat kagum melihat ragam budaya Dayak, kendati hanya Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, dan Kota Palangka Raya saja yang berpameran selain Kalbar. (*)


Catatan ; Berita telah terbit di Kalteng Pos, Mei 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar