| FOTO: VIVIN |
Bertemu, Langsung Menyapa dengan Bahasa Dayak Ngaju (1)
Sejak masuk ke jajaran menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB)
jilid II, hari-hari Pembantu Rektor (Purek) I Universitas Lambung Mangkurat (Unlam)
Banjarmasin,
Kalimantan Selatan ini pun berubah. Di hari pertama tugasnya sebagai Menteri
Lingkungan Hidup (LH) ia berbagi
beragam kisah.
SEVENTIN G – Jakarta
Menjelang pukul 17.00 WIB, sosok menteri yang baru saja menerima
serah terima jabatan (sertijab) dari
pendahulunya mantan Menteri LH Rahmat Witoelar ini pun keluar ruang rapat di
lantai dua kantor kementerian LH.
“Saya salat dulu ya,” pamitnya ramah kepada Kalteng Pos (Kapos) dan
Indopos (Dedi Mirza) yang sudah menunggunya sejak sertijab sekitar pukul 14.15
WIB, Jumat (23/10).
Sekitar 0,5 jam kemudian, asisten pribadinya (aspri) Gusti
Noormasyah pun memanggil dan mempersilahkan masuk ke ruang kerjanya. Begitu Kalteng Pos memperkenalkan diri, spontan pria yang beristrikan
perempuan asal Sampit Ir Hj Violet MP ini
pun menyapa dalam Bahasa Dayak.
“Wah uluh itah toh lah (orang kita ini ya, Red),” kata bapak dua
putra, Gusti Noor Hidayat ST dan Gusti Noor Ramadani Syahputra yang mengaku
bisa sedikit Bahasa Dayak Ngaju ini.
Dalam perbincangan santai tersebut, Gusti mengaku untuk hari
pertama ini ia lebih senang bicara tentang topik yang lebih santai mengingat
sepanjang pagi hingga petang hari waktunya dihabiskan membahas kelangsungan
departeman kementerian LH.
Tak pelak dalam kesempatan itu cerita bagaimana perasaannya mulai
mendapat telepon dari Hatta Rajasa (saat itu menjabat sebagai Sekretaris
Negara) hingga mengikuti tes kesehatan di RSPAD Gatot Subroto, dan rasa
deg-degan bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas, Bogor.
Bahkan menteri yang memiliki mertua asal Tumbang Samba, Kalteng ini
berkisah bagaimana serunya masa kecil yang dijalani di Martapura, Kalsel. Malah
tanpa segan dia bercerita, waktu kecil dulu suka terjun ke sungai Martapura dan
menyelam melewati batang-batang kayu saling beradu antar teman siapa yang
paling jago berenang dan menahan nafas dalam air.
“Dulu kalau mandi di sungai, baju di lepas dan dititipkan ke teman
yang tak ikut terjun ke air,” ceritanya sambil tertawa.
Ia juga berkisah bagaimana pelajaran yang didapat dari ibunya tentang kearifan alam, membuatnya
memilih jurusan kehutanan di Unlam. Kearifan lokal macam itu kini sudah
tergerus, karena kondisi cuaca yang kian tak menentu.
“Ibu saya dulu bilang, tiap bulan yang ada ‘R’-nya pasti musim
hujan, tapi sekarang kondisi sudah berubah jadi tak tentu,” paparnya bercerita
dengan nada santai, sambil sesekali menggerakkan tangan dan menyandarkan
punggung ke kursi bagai orang yang berbincang dengan rekannya.
Posisinya di kementerian LH ini, menurut pria yang di beberapa
bagian rambutnya tempat memutih tersebut, memberinya kesempatan bersama
kementerian lain seperti kehutanan untuk menyelamatkan kondisi hutan dan
lingkungan di Indonesia.
Pria yang mengaku suka main ular sawah saat masih kecil ini pun
mengatakan keberadaannya sebagai representasi warga Kalimantan di parlemen juga
memberinya peluang menyelamatkan hutan di Kalimantan.
(*)
Catatan: Tulisan ini sudah terbit di Kalteng Pos, Oktober 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar