Kamis, 21 Juni 2012

Mengenal dari Dekat Prof DR Ir H Gusti Muhammad Hatta MS

FOTO: VIVIN

Bertemu, Langsung Menyapa dengan Bahasa Dayak Ngaju (1)


Sejak masuk ke jajaran menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II, hari-hari Pembantu Rektor (Purek) I Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini pun berubah. Di hari pertama tugasnya sebagai Menteri Lingkungan Hidup (LH) ia  berbagi beragam  kisah.

SEVENTIN G – Jakarta
Menjelang pukul 17.00 WIB, sosok menteri yang baru saja menerima serah terima jabatan (sertijab)  dari pendahulunya mantan Menteri LH Rahmat Witoelar ini pun keluar ruang rapat di lantai dua kantor kementerian LH.

“Saya salat dulu ya,” pamitnya ramah kepada Kalteng Pos (Kapos) dan Indopos (Dedi Mirza) yang sudah menunggunya sejak sertijab sekitar pukul 14.15 WIB, Jumat (23/10).

Sekitar 0,5 jam kemudian, asisten pribadinya (aspri) Gusti Noormasyah pun memanggil dan mempersilahkan masuk ke ruang kerjanya. Begitu Kalteng Pos memperkenalkan diri, spontan pria yang beristrikan perempuan asal Sampit  Ir Hj Violet MP ini pun menyapa dalam Bahasa Dayak.

“Wah uluh itah toh lah (orang kita ini ya, Red),” kata bapak dua putra, Gusti Noor Hidayat ST dan Gusti Noor Ramadani Syahputra yang mengaku bisa sedikit Bahasa Dayak Ngaju ini. 

Dalam perbincangan santai tersebut, Gusti mengaku untuk hari pertama ini ia lebih senang bicara tentang topik yang lebih santai mengingat sepanjang pagi hingga petang hari waktunya dihabiskan membahas kelangsungan departeman kementerian LH. 

Tak pelak dalam kesempatan itu cerita bagaimana perasaannya mulai mendapat telepon dari Hatta Rajasa (saat itu menjabat sebagai Sekretaris Negara) hingga mengikuti tes kesehatan di RSPAD Gatot Subroto, dan rasa deg-degan bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas, Bogor.

Bahkan menteri yang memiliki mertua asal Tumbang Samba, Kalteng ini berkisah bagaimana serunya masa kecil yang dijalani di Martapura, Kalsel. Malah tanpa segan dia bercerita, waktu kecil dulu suka terjun ke sungai Martapura dan menyelam melewati batang-batang kayu saling beradu antar teman siapa yang paling jago berenang dan menahan nafas dalam air. 

“Dulu kalau mandi di sungai, baju di lepas dan dititipkan ke teman yang tak ikut terjun ke air,” ceritanya sambil tertawa.

Ia juga berkisah bagaimana pelajaran yang didapat dari  ibunya tentang kearifan alam, membuatnya memilih jurusan kehutanan di Unlam. Kearifan lokal macam itu kini sudah tergerus, karena kondisi cuaca yang kian tak menentu.

“Ibu saya dulu bilang, tiap bulan yang ada ‘R’-nya pasti musim hujan, tapi sekarang kondisi sudah berubah jadi tak tentu,” paparnya bercerita dengan nada santai, sambil sesekali menggerakkan tangan dan menyandarkan punggung ke kursi bagai orang yang berbincang dengan rekannya. 

Posisinya di kementerian LH ini, menurut pria yang di beberapa bagian rambutnya tempat memutih tersebut, memberinya kesempatan bersama kementerian lain seperti kehutanan untuk menyelamatkan kondisi hutan dan lingkungan di Indonesia. 

Pria yang mengaku suka main ular sawah saat masih kecil ini pun mengatakan keberadaannya sebagai representasi warga Kalimantan di parlemen juga memberinya peluang menyelamatkan hutan di Kalimantan. (*)     

Catatan: Tulisan ini sudah terbit di Kalteng Pos,  Oktober 2009


     



Tidak ada komentar:

Posting Komentar