Selasa, 05 Juni 2012

Penetrasi K-Pop



Oleh: VIVIN GUSTA

Rasanya masih belum hilang jeritan gadis-gadis belia yang marah terhadap promotor boy band asal Korea Selatan Super Junior alias Suju, saat gagal mengantre tiket. Dalam sebuah wawancara si gadis belia ini dengan berlinangan airmata dan suara sarat dengan getar emosional bercerita bagaimana ia dan rekan-rekannya rela mengantre di konter-konter penyedia tiket Suju sejak jam 4 pagi, sekitar 2 minggu sebelum pria-pria berwajah oriental dan enak dipandang, bertubuh tinggi dan berkulit putih itu beraksi di Supershow 4 Super Junior World Tour di Mata Elang International Stadium, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (28/4).

Kehebohan itu terus berlanjut, saat boyband ini beraksi lewat tarikan vokal dan kelincahan tarian mereka di atas panggung. Tak pelak lagi luapan emosi yang sedemikian tercurah ini pun mengundang tanya sejumlah kalangan dewasa apa yang melatarbelakangi remaja Indonesia tergila-gila Korean Pop atau lebih dikenal dengan istilah K-Pop? Ternyata menurut Budayawan Arswendo Atmowiloto fenomena itu sebagai pergeseran budaya secara industrialisasi. Tepatnya setelah lima tahun belakangan ini, budaya Korea mampu mempenetrasi aliran musik remaja Indonesia.

Penetrasi budaya K-Pop makin menguat dengan hadirnya girlband Korea SNSD yang menawarkan kecantikan lahiriah sempurna. Tubuh langsing, kulit putih, wajah cantik dan seksi ditambah tatanan rambut gaya, membuat gadis-gadis cantik bersuara indah dan lincah di panggung  ini pun membuat banyak remaja Indonesia ingin seperti mereka. Bisa dikatakan, ini menjadi klimaks penetrasi K-Pop di kalangan remaja putri.

Ditambah lagi bermunculannya boy band dan girlband Indonesia yang  mengambil gender musik sama. Sebut saja SMASH, HITZ, Cherri Belle, 7 Ikon dan pencarian bakat di salah satu televisi swasta yang murni mengarah ke pencarian generasi K-Pop makin mengentalkan budaya industrialisasi tersebut. Belum lagi kepiawaian produser dari Korea yang tak segan-segan mengajak artis papan atas Indonesia seperti Agnes Monica untuk bermain dalam serialnya. Kiprah Agnes ini bakal disusul bintang iklan shampo Dewi Sandra yang juga berkesempatan adu akting di Negara asal Ginseng tersebut.

Kondisi ini pun memancing kekhawatiran sejumlah pendidik. Sehingga melalui Jawa Pos (grup Kalteng) seorang guru menuliskan opininya dan menyebut, sudah waktunya pilar-pilar di masyarakat bergerak membentengi gencarnya penetrasi K-Pop untuk menghindari matinya budaya dan khasanah bangsa sendiri di kalangan para remaja.      

“Apa jadinya jika anak-anak didik kita lebih menguasai siapa saja grup band asal Korea daripada mengenal jenis tarian daerah di Indonesia.” Tulisnya dengan nada prihatin.

Sebenarnya pergeseran nilai memang selalu terjadi di setiap generasi. Begitu melampaui usia pencarian identitas, dengan pendidikan yang baik dan arahan-arahan dari orang-orang di atasnya, maka ‘demam-demam’ remaja ini pun berlalu dengan sendirinya. Begitu mencapai usia matang, maka si remaja pun tak lagi tergila-gila dengan apa yang menjadi trend di usia pencariannya itu.

Artinya trend dari zaman ke zaman bisa berubah, tokoh idola dari masa ke masa bisa berganti. Namun nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai sosial, nilai-nilai keagamaan tetap menjadi pagar yang bisa membendung penetrasi budaya apapun. (*)


Catatan: Tulisan sudah terbit di Kalteng Pos, Mei 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar