Kamis, 21 Juni 2012

Penularan HIV/AIDS Susah Dipahami



FOTO: VIVIN
SDKI – Tim SDKI saat melakukan survei ke Desa Bukit Bamba untuk menggali informasi mengenai tingkat kelahiran, tingkat kematian, keluarga berencana dan kesehatan.


Ada Responden yang Sembunyi di Kamar Mandi 6 Jam
PALANGKA RAYA – Desa Bukit Bamba, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau terpilih secara acak untuk dikunjungi tim Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 secara langsung. Di Kalteng tercatat tersampel 43 grup sensus. Satu grup sensus ada 25 rumah tangga. 

Tim yang dipimpin Deputi Bidang  Pelatihan, Penelitian Dan Pengembangan BKKBN Dra Kasmiyati MSc, dan Badan Kependudukan Dan KB Nasional Inspektur Utama Badan Pusat Statistik Arizal Ahnaf ini bertanya langsung ke warga Bawan tentang berbagai hal. Untuk menggali informasi mengenai tingkat kelahiran, tingkat kematian, keluarga berencana dan kesehatan.

“Dari semua sampel (warga, Red) yang kami tanyai ada satu hal yang pertanyaan susah terjawab yakni pertanyaan mengenai penularan HIV/AIDS. Bagaimana cara penularannya  yang agak susah dipahami,” terang Kasmiyati, Senin (11/6) usai mewancarai warga di Desa Bukit Bamba,   Tengah Kabupaten Pulang Pisau

Secara umum, imbuhnya, dari survei lapangan yang sudah dan dari rencana sampel yang akan dikunjungi, semuanya sudah sesuai.  Mulai sampel rumah tangga, sampel wanita usia subur, sampel  usia kawin dari 15-54 tahun, sampel remaja laki-laki usia 15-24 tahun. Diharapkan sebelum bulan puasa mendatang (pertengahan Juli)  semua bisa tercover hingga Oktober 2012 semua sudah selesai. 

Masih terkait soal sensus ini,  Arizal menyebut SDKI suatu survei nasional yang dirancang untuk informasi mengenai tingkat kelahiran, tingkat kematian, keluarga berencana dan kesehatan. 

Dikatakannya, untuk mendapatkan hasil data yang valid kadang petugas sensus harus menghadapi berbagi hal. Salah satunya penolakan dari responden. Namun petugas sudah dibekali berbagai teknik pendekatan, tapi dalam prakteknya masih ada saja responden yang menolak. Namun jumlahnya kecil, dari 25 rumah tangga, ada 1 atau 2 orang saja penghuni rumah yang menolak.

Penolakan ini, terangnya, bisa jadi karena terlalu sering jadi responden atau jadi perhatian BPS. Karena itu, ucapnya, perlu ada cara agar jangan ada satu rumah tangga yang selalu terpilih untuk disurvei. Sebab, responden juga perlu privasi.

“Ada pula responden yang takut ditanyai macam-macam. Umumnya ini reponden remaja baik pria atau wanita. Katanya (petugas survei, Red) ada remaja laki-laki yang sembunyi di kamar mandi selama 6 jam tidak mau keluar-keluar, saking takutnya di wawancarai, ada pula yang lari,” tutur Arizal. 

Sementara itu, Kepala  Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Kalteng Benny Benu menyebut, di wilayah yang di survei secara acak ini tidak ada petugas penyuluh KB di lapangan. Kekurangan petugas selama ini masih menjadi persoalan sendiri bagi BKKBN. Melalui SDKI ini nantinya akan dilihat bagaimana kinerja pengendalian program.   

“Kalau kinerjanya belum optimal akan terlihat dari hasil SDKI. Sehingga bagi kami BKKBN, ketika survei ini dilakukan, kami tidak tenang, deg-deg-an juga karena ketika sampling yang ditetapkan di tempat yang tidak ada petugasnya, berarti   program itu tidak berjalan sattle (mantap, Red),” papar Beni.

Salah satu cara untuk memenuhi kekurangan petugas, mau tak mau, terangnya, kabupaten/kota harus mengajukan penambahan PNS untuk petugas lapangan. (viv)

  Catatan: Tulisan ini sudah terbit di Kalteng Pos, edisi Selasa (12/6/2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar