Jumat, 15 Juni 2012

Tak Bisa Tahlilan, Duka Makin Berkepanjangan


Duka keluarga Agus Purwanto, bapak kandung Air Setiawan tersangka jaringan teroris binaan Noordin M Top yang ditembak mati di Bekasi  makin berkepanjangan. Ini setelah petugas di Rumah Sakit Polri menolak keluarga melihat wajah jenazah yang diamankan polisi di Depdokpol dan Jangmed Kedokteran Forensik RS Polri Soekanto, Kramat Jati, Jakarta Timur (Jaktim).
        
“Kita protes karena keluarga tidak boleh melihat jenazah. Kita cuma ingin memastikan dan membawanya pulang serta memakamkannya,” kata  kuasa hukum Air Setiawan dan Eko Joko Sarjono, kedua korban tewas yang diduga terlibat jaringan teroris dan ditembak mati di Bekasi, Hendro Sudarsono usai mendampingi keluarga di kamar jenazah, Senin (10/8).

Lebih jauh ia menyebut, akibat belum adanya kepastian jenazah siapa yang terus dijaga aparat kepolisian tersebut maka pihak keluarga pun tak bisa melakukan tahlilan selayaknya menghadapi suasana perkabungan bila ada keluarga yang kematian.

Apalagi pihak rumah sakit dan kepolisian akan melakukan pemeriksaan DNA untuk memastikan identitas jenazah. Prosedur kepastian jenazah melalui tes DNA ini pun dianggap menjadi penyebab tak bisa dilaksanakan ritual kematian, karena jenazah tak bisa dipastikan identitasnya. 

Bukan saja, duka makin berkepanjangan, tapi ketidakpastian ini pun membuat ibadah terkait ritual keagamaan dan keyakinan ini pun tak bisa dilaksanakan. Kendati tak bisa menggelar tahlilan karena belum ada kepastian tubuh siapa yang sudah diterjang peluru tersebut, namun pihak keluarga sudah menyiapkan berbagai perhelatan layaknya ada acara kematian. Bukan hanya deretan bangku untuk acara tahlilan tapi juga dua buah liang makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Serengan, Surakarta. 

Sesekali dengan nada tinggi, kepada sejumlah wartawan, pria bertubuh tambun yang mengenakan batik ini menyebut, sampai detik ini keluarga tetap tak yakin Eko dan Air terlibat jaringan teroris.
Menurutnya ada 4 hal yang membuat keluarga tak yakin mengenai keterlibatan Eko dan Air. Pertama, keluarga keduanya tak punya catatan kriminal maupun catatan tersangkut dalam urusan teroris.

“Walaupun pernah ditangkap (oleh polisi, Red), namun di rumah tempat ditemukannya ratusan kilo bom di Bekasi itu bukan milik Air atau Eko,” terangnya.

Hal ini pun, imbuhnya, dikuatkan keterangan ketua RT setempat yang dikunjungi pihaknya, dimana disebutkan Eko tidak pernah tinggal disitu. Berikutnya, Eko maupun Air tidak berada di rumahnya.

“Nah, inilah yang menyebabkan keluarganya yakin keduanya tidak tersangkut terorisme. Yang perlu dijawab, mereka terlibat dalam kasus apa?” paparnya.

Lalu apa saja yang dilakukan keluarga di ruang jenazah tadi? Menurut Hendro, pihak rumah sakit dan kepolisian menginterview pihak keluarga tentang bukti-bukti fisik Eko. Misalnya, tanda-tanda khusus di tubuh, serta mengambil jaringan bagian dalam pipi kanan.

Ia juga menyebut, pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan DNA yang dilakukan dalam rentang waktu 3-5 hari untuk memastikan identitas jenazah. Kalau nantinya dipanggil kembali ke rumah sakit tersebut pihaknya pun siap.

Hal senada dikuatkan kuasa hukum Agus Purwanto dan Slamet Widodo, M Kurniawan BW S.Ag SH MH. Dosen STAIMUS, Serengan, Surakarta  ini menyebut karena tak dibolehkan membawa kedua jenazah yang diduga Air dan Eko, maka pihak keluarganya pun segera kembali ke Jawa Tengah menaiki mobil kijang dengan nomor  plat AD 8798 PC.

Kendati raut wajah lelah dan sedih membayang di wajah Agus, tapi dia masih mau berbincang tentang berapa lama ia sudah di Jakarta dan berupaya membawa jenazah yang informasinya adalah Air, anak kandungnya.     

Informasinya dalam kesempatan itu juga diambil sampel darah istri dan anak yang bersangkutan. (vivin)  

Catatan: Tulisan telah terbit di Indopos, Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar